KOMPAS.com - Kasus kekerasan yang melibatkan dua
kelompok keyakinan di Sampang, Madura, Jawa Timur, hanya dapat diselesaikan
oleh para ulama setempat. Sebab, konflik yang terjadi lebih kental terkait
dengan selisih paham antar sejumlah tokoh ulama ketimbang soal perbedaan
keyakinan antara aliran Sunni dan Syiah. "Konflik Sampang itu bisa
diselesaikan oleh para Ulama di Sampang dan Madura sendiri. Bukan oleh lainnya.
Makanya, saran saya, para ulama di Madura, segera berkumpul bermusyawarah untuk
menyelesaikan konflik itu," ujar mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi, saat ditemui wartawan di kediamannya, di Malang,
Sabtu (1/9/2012). Ia dimintai pendapatnya mengenai peristiwa kekerasan yang
terjadi di Sampang baru-baru ini. Ia menegaskan, peristiwa yang terjadi di
Sampang bukanlah konflik Sunni dan Syiah, tapi masalah pribadi. Kaum Syiah,
menurutnya, berbeda dengan Ahmadiyah yang memang secara tegas ditolak oleh ulama-ulama
sedunia.
Pandangan Syiah tidak dianggap sesat. Di dunia, kelompok Sunni dan Syiah
sudah ribuan tahun hidup berdampingan secara damai."Mengapa saya
mengatakan konflik di Sampang itu bukan Syiah-Sunni, karena Syiah di Bangil,
tak ada masalah. Tegas konflik itu bukan konflik Syiah," tegasnya.Ia
memaparkan, untuk memahami konflik Sampang, harus pula dipahami kultur
masyarakat Madura. Masyarakat Madura, katanya, memiliki ketaatan yang luar
biasa pada kyai.
"Karena itu, bagi kelompok
Syiah di Madura, yang diketahui minoritas, hendaknya tetap menjaga hubungan
dengan kaum mayoritas (Sunni). Misalnya, kalau terbiasa mengkritik sahabat Abu
Bakar dan Usman, jangan sampai menyinggung perasaan kaum Sunni,"
katanya.Kiai Hasyim memberi tahu, dirinya bersama PWNU Jawa Timur, pada 8
September mendatang, akan ke Sampang untuk terjun langsung ke lapangan dan
bermusyawarah dengan para tokoh dan ulama setempat."Semoga kasus itu bisa
segera diselesaikan. Pihak yang tidak tahu betul kondisi kasusnya jangan hanya
bisa komentar," katanya.